Opini: Problematika Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Dalam Menjawab Tantangan Global





Penulis: Mahasiswa Pascasarjana Administrasi Pendidikan Universitas Almuslim Bireuen.

Oleh: Yusransal, Lisa Yani, Rita Rahniar, Mulya Arifah.


Salah satu masalah pendidikan yang kita hadapi dewasa ini adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi guru, penyediaan dan perbaikan sarana/prasarana pendidikan, serta peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang merata. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu yang cukup menggembirakan, dan sebagian lainnya masih memprihatinkan.


Pendidikan untuk semua (Education for All) yang diperkenalkan oleh UNESCO di Bangkok, Thailand dengan nama Asia-Pacifik Programme for Education For All (APPEAL) telah menjadi ikrar terhadap dunia pendidikan. The World Summit on Education for All tepatnya di Jomtien, Thailand tahun 1990 itu telah menghasilkan keputusan antara lain tentang memenuhi kebutuhan belajar dasar, pembentukan visi yang diperluas meliputi kesempatan belajar semesta (pemerataan dan persamaan), pemusatan pada pembelajaran, perluasan alat dan lingkup pendidikan dasar, pengembangan lingkungan untuk belajar dan penguatan kemitraan.


Untuk mewujudkannya, pemerintah Indonesia telah meletakkannya dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional melalui Lembaran Negara No 78/2003. Kebijakan ini diharapkan mampu menjawab tantangan besar yang muncul dihadapi dunia pendidikan Indonesia antara lain; mempertahankan hasil yang telah dicapai; mengantisipasi era globalisasi; dan melakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional yang mendukung proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keragaman kebutuhan dan keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan masyarakat. 


Undang Nomor Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang Nomor Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah yang menganut konsep desentralisasi berdampak pada pemberian tanggung jawab kepada pemerintah daerah untuk ikut berperan merencanakan pencapaian tujuan pendidikan nasional yang telah digariskan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan Nasional. Konsekuensi logis dari undang-undang ini adalah terciptanya paradigma baru di kalangan pejabat daerah dalam mengambil dan memutuskan kebijakan daerah guna menopang keberhasilan kebijakan nasional. Salah satu akar permasalahan pendidikan yang komplek dan multidimensional adalah faktor manajemen yang tidak bisa diabaikan. Banyak sekali kebijakan-kebijakan nasional dan regional tentang pembangunan pendidikan mengalami kendala karena ketidakmampuan manajer (guru) di sekolah menterjemahkannya ke dalam setiap perencanaan atau mata pelajaran di sekolah. Ini membuat dunia pendidikan belum mampu menjawab tantangan dunia kerja yang sangat bersaing dengan alat ukurnya kemampuan integritas dan keahlian, bukan hanya sederet nilai-nilai dalam bentuk angka di rapor. Dari berbagai kenyataan tersebut, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan, salah satu upaya yang sekarang sedang dikembangkan adalah reorientasi penyelenggaraan pendidikan, melalui manajemen sekolah (School Based Management).


Menurut Mulyasa (2002), mengemukakan bahwa istilah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan terjemahan dari School Based Management. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. Manajemen berbasis sekolah merupakan paradigma baru dalam bidang pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah dalam rangka kebijakan nasional yang mana sekolah dituntut secara mandiri menggali, menentukan prioritas, mengendalikan, dan mempertanggungjawabkan pemberdayaan sumber daya yang ada, baik kepada masyarakat maupun pemerintah. 


Manajemen berbasis sekolah atau School Based Management dapat didefinisikan dan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengembilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam pendidikan nasional.


Manajemen berbasis sekolah juga sebagai penyerasian sumber daya yang ada yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan sekolah dalam pendidikan nasional. Dengan fokus dari inisiatif manajemen berbasis sekolah secara jelas adalah desentralisasi pengambilan keputusan. Maksudnya, pengertian sekolah dalam manajemen berbasis sekolah mencakup keterlibatan sekolah sebagai unit kerja dari organisasi besar sistem pendidikan, serta para orangtua siswa dan tokoh masyarakat setempat sebagai pengguna jasa pendidikan. 


Esensi dari MBS adalah otonomi dan pengambilan keputusan partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah. Otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan (kemandirian), yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri. Jadi, otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah sesuai dengan dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Kemandirian yang-dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan yang terbaik, kemampuan berdemokrasi/menghargai perbedaan pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan memilih cara pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan cara yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampuan adaptif dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan berkaborasi, dan kemampuan memenuhi kebutuhan sendiri.


Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah merupakan suatu strategi. Pertama, untuk memperbaiki mutu pendidikan melalui pengalihan otoritas pengambilan keputusan dari pemerintahan pusat ke daerah dan ke masing-masing sekolah sehingga kepala sekolah, guru, peserta didik, dan orangtua mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap proses pendidikan, dan mempunyai tanggung jawab untuk mengambil keputusan yang menyangkut pembiayaan, personal dan kurikulum sekolah. Kedua, memaksa sekolah untuk mengambil tanggung jawab atas apa yang terjadi pada anak menurut yurisdiksinya dan mengikuti sekolahnya. Konsep ini menegaskan bahwa pendidikan juga bertujuan melayani kebutuhan-kebutuhan anak dalam mengikuti proses pendidikan itu sendiri. 


Banyak manfaat yang telah dapat dirasakan baik oleh pemerintah daerah maupun pihak sekolah yang secara langsung menjadi sasaran pelaksanaan. Hal ini karena dalam melaksanakan program-program ini diterapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS), mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan proses pelaporan dan umpan baliknya. Dengan kata lain program-program yang dilaksanakan menganut prinsip-prinsip demokratis, transparan, profesional dan akuntabel. Melalui pelaksanaan program ini para pengelola pendidikan di sekolah termasuk kepala sekolah, guru, komite sekolah dan tokoh masyarakat setempat dilibatkan secara aktif dalam setiap tahapan kegiatan. Disinilah proses pembelajaran itu berlangsung dan semua pihak saling memberikan kekuatan untuk memberikan yang terbaik bagi kemajuan sekolah.


Tujuan program Manajemen Berbasis Sekolah ini antara lain (1) mengembangkan kemampuan kepala sekolah bersama guru, unsur komite sekolah/mejelis madrasah dalam aspek manajemen berbasis sekolah untuk peningkatan mutu sekolah, (2) mengembangkan kemampuan kepala sekolah bersama guru, unsur komite sekolah/majelis madrasah dalam melaksanakan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, baik di lingkungan sekolah maupun di masyarakat setempat, (3) mengembangkan peran serta masyarakat yang lebih aktif dalam masalah umum persekolahan dari unsur komite sekolah dalam membantu peningkatan mutu sekolah.


Strategi pengelolaan program dengan menggunakan pendekatan ini dapat ditempuh antara lain dengan langkah-langkah (1) memberdayakan komite sekolah/majelis madrasah dalam peningkatan mutu pembelajaran di sekolah, (2) unsur pemerintah Kab/Kota dalam hal ini instansi yang terkait antara lain Dinas Pendidikan, Badan Perencanaan Kab/Kota, Kementerian Agama (yang menangani pendidikan MI, MTs dan MA), Dewan/Majelis Pendidikan Kab/Kota terutama membantu dalam mengkoordinasikan dan membuat jaringan kerja (akses) ke dalam siklus kegiatan pemerintahan dan pembangunan pada umumnya dalam bidang pendidikan, (3) memberdayakan tenaga kependidikan, baik tenaga pengajar (guru), kepala sekolah, petugas bimbingan dan penyuluhan (BP) maupun staf kantor, pejabat-pejabat di tingkat kecamatan, unsur komite sekolah tentang Manajemen Berbasis Sekolah, pembelajaran yang bermutu dan peran serta masyarakat, (4) mengadakan pelatihan dan pendampingan sistematis bagi para kepala sekolah, guru, unsur komite sekolah pada pelaksanaan peningkatan mutu pembelajaran, (5) melakukan supervisi dan monitoring yang sistematis dan konsisten terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran di sekolah agar diketahui berbagai kendala dan masalah yang dihadapi, serta segera dapat diberikan solusi/pemecahan masalah yang diperlukan, (6) mengelola kegiatan yang bersifat bantuan langsung bagi setiap sekolah untuk peningkatan mutu pembelajaran, rehabilitasi/pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, dengan membentuk tim yang sifatnya khusus untuk menangani dan sekaligus melakukan dukungan dan pengawasan terhadap tim bentukan sebagai pelaksana kegiatan tersebut.


Saat ini di beberapa profinsi di Indonesia sudah dapat dilihat kemampuan sebenarnya dari MBS karena dukungan yang diberikan dari Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan. Transformasi yang dilaksanakan luar biasa. Etos kerja MBS membuat semua komponen pendidikan dan stakeholder menjalankan fungsi dan peranannya secara maksimal.